Dalam keheningan malam. Gemuruh langit memecah sunyi. Bintang yang semula nenghiasi dengan gemilang, perlahan menghilang dibalik awan kelam. Jangkrik-jangkrik pun ikut bersembunyi karena ketakutan.
-
Tak hanya gemuruh yang datang, petir seolah bersahut-sahutan menyambar, mengejar awan hitam yang berarak menutupi langit. Kan menjadi pekat. Bersiap membuang setiap kepiluan yang mau tak mau harus diangkut kemanapun ia beranjak. Perlahan setiap titik yang ada selama ini membesar dan semakin berat untuk diajak melanglang buana mengelilingi bumi. Inilah waktunya untuk memuntahkan setiap tetes yang ada.
-
Sesak.
Mungkin itu yang dirasakannya. Hingga tak lagi mampu menahan butiran yang telah jauh berkembang menjadi bongkahan. Seolah berevolusi menjadi raksasa, yang penuh dengan amarahnya. Ke mana lagi akan dibuang semua kepiluan itu, kalau bukan bumi.
-
Bumi, harus mau menampungnya.
Tapi sanggupkah?
Itu semua adalah bentuk kemurkaan.
Petir siap menyerang, hujan tak segan meruntuhkan bukit. Membawa bandang yang siap menghanyutkan setiap apapun yang dilewatinya.
-
Namun, dari semua derita yang akan diterima. Bumi selalu tegar.
Menerimanya dengan, yaa mungkin sedikit senyuman, namun berlimpah keikhlasan.
Karena bumi selalu tau, "Dibalik gelapnya malam akan datang fajar membawa terangnya mentari pagi."
:-) :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar