Ada saat, kala itu kau begitu bahagia dengan sederhana. Senja bahkan jadi teman bercerita. Malam senandungkan lagu merdu. Tiada guratan cela yang membuatmu tergoyah.
Dahulu, senyum dan tawa tak jenuh hiasimu. Tak penat bahkan tak mengenal kata itu. Selalu kau berbagi suka cita.
Taukah kau, aku merindu saat-saat itu, tiada kata yang mampu ku toreh saat menyuratimu selain kata rindu. Tak pernah lagi tawa menyentuh wajahmu, bahkan senyum tak lagi tercermin dari bibir mungil itu. Ku tak pernah tau, awal apa yang melenyapkan gadisku. Mula mana yang menenggelamkan perempuan riangku.
Jika mampu kuteriakkan, entah pada siapa, "kembalikan perempuanku yang dulu"
Tempat, tak ada satu yang bisa menghibur lagi, cerita tak ada lagi sisa yang mampu melucu. Suram itu kian menutup tabirmu.
Kembali pada masa itu, saat bahagia memberi kehangatan pada dia. Perempuanku.
Jumat, 15 September 2017
Jumat, 08 September 2017
............
Rindu,...
Sesak kurasa hati ini,
Ingin sekali merangkul,
Namun takkan pernah mampu.
Ingin bersorak,
Bahkan bisikan pun tak terdengar.
Tiada sesak yang lebih dalam,
Selain rindu yang tak terucap,
Meski satu kata tak mampu terlontar
Tiada sakit yang lebih menyayat,
Saat hati tertoreh oleh darah rindu,
Namun tak bisa berbuat.
Kau cahaya dan gelapku
Kau susah dan sedihku
Aku rindu,
Rindu semua cacianmu
Rindu semua makianmu
Rindu semua tingkah burukmu
Jika boleh aku memilih,
Biarlah hati ini terluka oleh pedasnya lidahmu,
Tak mengapa konyol itu banjiri sikapmu,
Atau bahkan sikap skeptis mu yang sering buat lelehan airmata membasahi wajahku.
Namun, akhirnya aku masih bisa tersenyum karena aku bersamamu.
Karena konyolmu kembali membawa tawa ku
Dan kata-kata pedas itu pula yang menjemput bahagiaku.
Kau,
Satu dari semua yang ku punya
Kau,
Satu dari mereka yang aku sayang
Kau,
Satu dari semua yang paling penting bagiku
Aku benar Rindu,
Rindu yang terlalu menyakitiku,
Maafkan jika sikap yang tak bisa menjagamu,
Maafkan kata yang menyakitimu,
Aku benar Rindu..
Teramat Rindu....
Sesak kurasa hati ini,
Ingin sekali merangkul,
Namun takkan pernah mampu.
Ingin bersorak,
Bahkan bisikan pun tak terdengar.
Tiada sesak yang lebih dalam,
Selain rindu yang tak terucap,
Meski satu kata tak mampu terlontar
Tiada sakit yang lebih menyayat,
Saat hati tertoreh oleh darah rindu,
Namun tak bisa berbuat.
Kau cahaya dan gelapku
Kau susah dan sedihku
Aku rindu,
Rindu semua cacianmu
Rindu semua makianmu
Rindu semua tingkah burukmu
Jika boleh aku memilih,
Biarlah hati ini terluka oleh pedasnya lidahmu,
Tak mengapa konyol itu banjiri sikapmu,
Atau bahkan sikap skeptis mu yang sering buat lelehan airmata membasahi wajahku.
Namun, akhirnya aku masih bisa tersenyum karena aku bersamamu.
Karena konyolmu kembali membawa tawa ku
Dan kata-kata pedas itu pula yang menjemput bahagiaku.
Kau,
Satu dari semua yang ku punya
Kau,
Satu dari mereka yang aku sayang
Kau,
Satu dari semua yang paling penting bagiku
Aku benar Rindu,
Rindu yang terlalu menyakitiku,
Maafkan jika sikap yang tak bisa menjagamu,
Maafkan kata yang menyakitimu,
Aku benar Rindu..
Teramat Rindu....
............
Rindu,...
Sesak kurasa hati ini,
Ingin sekali merangkul,
Namun takkan pernah mampu.
Ingin bersorak,
Bahkan bisikan pun tak terdengar.
Tiada sesak yang lebih dalam,
Selain rindu yang tak terucap,
Meski satu kata tak mampu terlontar
Tiada sakit yang lebih menyayat,
Saat hati tertoreh oleh darah rindu,
Namun tak bisa berbuat.
Kau cahaya dan gelapku
Kau susah dan sedihku
Aku rindu,
Rindu semua cacianmu
Rindu semua makianmu
Rindu semua tingkah burukmu
Jika boleh aku memilih,
Biarlah hati ini terluka oleh pedasnya lidahmu,
Tak mengapa konyol itu banjiri sikapmu,
Atau bahkan sikap skeptis mu yang sering buat lelehan airmata membasahi wajahku.
Namun, akhirnya aku masih bisa tersenyum karena aku bersamamu.
Karena konyolmu kembali membawa tawa ku
Dan kata-kata pedas itu pula yang menjemput bahagiaku.
Kau,
Satu dari semua yang ku punya
Kau,
Satu dari mereka yang aku sayang
Kau,
Satu dari semua yang paling penting bagiku
Aku benar Rindu,
Rindu yang terlalu menyakitiku,
Maafkan jika sikap yang tak bisa menjagamu,
Maafkan kata yang menyakitimu,
Aku benar Rindu..
Teramat Rindu....
Sesak kurasa hati ini,
Ingin sekali merangkul,
Namun takkan pernah mampu.
Ingin bersorak,
Bahkan bisikan pun tak terdengar.
Tiada sesak yang lebih dalam,
Selain rindu yang tak terucap,
Meski satu kata tak mampu terlontar
Tiada sakit yang lebih menyayat,
Saat hati tertoreh oleh darah rindu,
Namun tak bisa berbuat.
Kau cahaya dan gelapku
Kau susah dan sedihku
Aku rindu,
Rindu semua cacianmu
Rindu semua makianmu
Rindu semua tingkah burukmu
Jika boleh aku memilih,
Biarlah hati ini terluka oleh pedasnya lidahmu,
Tak mengapa konyol itu banjiri sikapmu,
Atau bahkan sikap skeptis mu yang sering buat lelehan airmata membasahi wajahku.
Namun, akhirnya aku masih bisa tersenyum karena aku bersamamu.
Karena konyolmu kembali membawa tawa ku
Dan kata-kata pedas itu pula yang menjemput bahagiaku.
Kau,
Satu dari semua yang ku punya
Kau,
Satu dari mereka yang aku sayang
Kau,
Satu dari semua yang paling penting bagiku
Aku benar Rindu,
Rindu yang terlalu menyakitiku,
Maafkan jika sikap yang tak bisa menjagamu,
Maafkan kata yang menyakitimu,
Aku benar Rindu..
Teramat Rindu....
Minggu, 26 Februari 2017
Do'aku
Hanya lantunan do'a kebaikan yang mampu terucap, meski bibir berkeinginanan mengutuk, tak pernah sanggup ku melisankan, bahkan jika terbesit, ia berlalu segera layak embun yang menguap di udara.
Selasa, 14 Februari 2017
Space
Saat jalan tak lagi bisa beriringan,
Jarak menjadi pilihan yang amat indah ntuk dijalani.
Ketika waktu berusaha menjawab tanya. Perpisahan seolah memberikan solusinya.
Jauh sebelum mentari memutuskan untuk berikan sinarnya. Awan telah siap melindungi pagi dalam kehangatan.
Bahkan daun yang gugur tak pernah miliki dendam pada angin. Air yang jatuh tak sempat menangisi masa yang buatnya pergi.
Namun, sesekali, bulan pun tak mampu bohongi diri. Ia merindukan kehadiran bintang kala malam menjemputnya. Berbisik pada awan, tuk tak biarkan sepi menghantam.
Masa tetap kan berlalu. Jarak kan buktikan bahwa semua kan beri nilai yang kau perlu. Entah itu sakit atau bahagiamu. Indah pastikan datang menjemputmu.
Kita.
Menunggu,
Pesan apa yang kan dibawa hujan pada bumi.
Meski atmosfer selalu jadi ruang dalam kisah ini.
Jarak menjadi pilihan yang amat indah ntuk dijalani.
Ketika waktu berusaha menjawab tanya. Perpisahan seolah memberikan solusinya.
Jauh sebelum mentari memutuskan untuk berikan sinarnya. Awan telah siap melindungi pagi dalam kehangatan.
Bahkan daun yang gugur tak pernah miliki dendam pada angin. Air yang jatuh tak sempat menangisi masa yang buatnya pergi.
Namun, sesekali, bulan pun tak mampu bohongi diri. Ia merindukan kehadiran bintang kala malam menjemputnya. Berbisik pada awan, tuk tak biarkan sepi menghantam.
Masa tetap kan berlalu. Jarak kan buktikan bahwa semua kan beri nilai yang kau perlu. Entah itu sakit atau bahagiamu. Indah pastikan datang menjemputmu.
Kita.
Menunggu,
Pesan apa yang kan dibawa hujan pada bumi.
Meski atmosfer selalu jadi ruang dalam kisah ini.
Rabu, 01 Februari 2017
Kamu
Kebencian.
Seberapa besar kata itu merasuki hatimu
Seberapa dingin ia membekukan jiwamu
Hingga kini tiada tawa atau bahkan senyum tergurat diwajah itu.
Kesal.
Mungkinkah ia begitu dalam
Mungkinkan ia begitu kelam
Menutupi setiap cahya yang mencoba sinari harimu.
Tawa.
Tiada lagikah ia dalam kamusmu
Tiada mungkinkah ia hiasi waktu mu
Hingga begitu sendu detik detik berlalu.
Aku.
Apa artiku bagimu
Hanyakahcerita lama mu,
Tak mungkinkah ku mampu kembali menjadi pelipur mu
Atau,
masih adakah tempat dalam relung mu
Biarkan isi kekosongan harimu
Meski ku tak pernah tau,
apa yang jadi sandungan mu,
hingga jadikan mu begitu rapuh.
Kamu.
Adalah kamu.
Dan aku ingin jadi cahya dalam pekatmu.
Jadi senyum dalam sedihmu.
Menemani dalam setiap sepimu.
- Dilam, 01 Feb 2017 // 22.14 wib -
"Kamu"
Seberapa besar kata itu merasuki hatimu
Seberapa dingin ia membekukan jiwamu
Hingga kini tiada tawa atau bahkan senyum tergurat diwajah itu.
Kesal.
Mungkinkah ia begitu dalam
Mungkinkan ia begitu kelam
Menutupi setiap cahya yang mencoba sinari harimu.
Tawa.
Tiada lagikah ia dalam kamusmu
Tiada mungkinkah ia hiasi waktu mu
Hingga begitu sendu detik detik berlalu.
Aku.
Apa artiku bagimu
Hanyakah
Tak mungkinkah ku mampu kembali menjadi pelipur mu
Atau,
masih adakah tempat dalam relung mu
Biarkan isi kekosongan harimu
Meski ku tak pernah tau,
apa yang jadi sandungan mu,
hingga jadikan mu begitu rapuh.
Kamu.
Adalah kamu.
Dan aku ingin jadi cahya dalam pekatmu.
Jadi senyum dalam sedihmu.
Menemani dalam setiap sepimu.
- Dilam, 01 Feb 2017 // 22.14 wib -
"Kamu"
Rabu, 25 Januari 2017
Lyric of Uncover
"UNCOVER"
Song by : Zara Larsson
Nobody sees, Nobody knows,
We are a secret, can't be exposed,
That't how it is, that's how it goes,
Far from the others, close to each other.
In the daylight, in the daylight,
When the sun is shining,
On the late night, on the late night
When the moon is blinding.
In the plain sight, plain sight
Like stars in hiding
You and I burn on, on.
Put two and together, forever we'll never change
Two and together we'll never change.
Nobody sees, Nobody knows,
We are a secret, can't be exposed,
That't how it is, that's how it goes,
Far from the others, close to each other
That's when we uncover, cover, cover.
That's when we uncover, cover, cover.
My asylum, my asylum is in your arm,
When the world gives heavy burdens
I can bear a thousand tons
On your shoulder, on your shoulder
I can reach and endless sky
Feels like paradise
Put two and together, forever we'll never change
Two and together we'll never change.
Nobody sees, Nobody knows,
We are a secret, can't be exposed,
That't how it is, that's how it goes,
Far from the others, close to each other,
That's when we uncover, cover, cover.
That's when we uncover, cover, cover.
We could build a universe right here,
All the world could disappear,
Wouldn't notice, wouldn't care
We could build a universe right here
The world could disappear
I just need your near
Nobody sees, Nobody knows,
We are a secret, can't be exposed,
That't how it is, that's how it goes,
Far from the others, close to each other
That's when we uncover, cover, cover.
That's when we uncover, cover, cover.
That's when we uncover.
Sabar
.....
Benar, hati ku bukan lah lautan yang sangat luas, atau pun langit yang hamparannya tiada batas. Tapi kita sama² tau, bahwa langit pun terkadang menangis, dan lautan pun bergejolak.
Tidakkah kau tau, bahwa laut masih mau menerima semua keburukan air yang datang, meski ia pergi saat mentari memanggil. Dan, langit pun selalu menerima kembali air yang selalu jatuh meninggalkannya.
Maka aku pun berusaha belajar dari mereka. Karena ku tau, kebaikan tiada pernah memiliki batas. Bukan karena aku baik, namun karena ku berusaha belajar ntuk terus jadi yang terbaik, meski semua kujalani dalam tatih nya langkahku.
......
Morning..
Tebar semangat di pagi ini...
Be positive
#RabuBaik 😊
.
Benar, hati ku bukan lah lautan yang sangat luas, atau pun langit yang hamparannya tiada batas. Tapi kita sama² tau, bahwa langit pun terkadang menangis, dan lautan pun bergejolak.
Tidakkah kau tau, bahwa laut masih mau menerima semua keburukan air yang datang, meski ia pergi saat mentari memanggil. Dan, langit pun selalu menerima kembali air yang selalu jatuh meninggalkannya.
Maka aku pun berusaha belajar dari mereka. Karena ku tau, kebaikan tiada pernah memiliki batas. Bukan karena aku baik, namun karena ku berusaha belajar ntuk terus jadi yang terbaik, meski semua kujalani dalam tatih nya langkahku.
......
Morning..
Tebar semangat di pagi ini...
Be positive
#RabuBaik 😊
.
Senin, 16 Januari 2017
Kenalan lagi yuk.... (!)
.....
Hampir setengah jam aku menunggu, berharap ada satu kata yang keluar dari lisanmu untuk membuka pembicaraan kita. Dari awal niatku ke taman ini untuk berkumpul bersama teman²ku. Sepertinya menarik mengisi kekosongan waktu di weekend ini bersama semua rekan kerjaku yang baru. Sebagai anak baru di kota ini, belum banyak teman yang aku kenal di kota ini. Baru satu bulan ku pindah ke kota budaya ini. Pekerjaan lah yang membawa ku akhirnya singgah di kota yang sebelumnya belum pernah ku kunjungi. Dan aku pun terkejut, Entah bagaimana takdir bermain dengan kuasanya, hingga aku bertemu denganmu di tempat ini.
Aku masih ingat, bagaimana awalnya kita dulu saling mengenal, bagaimana hubungan antara kita berjalan. Berawal dari kata teman, dan perlahan waktu menyatakan kita mulai memiliki satu rasa hingga kisah pertemanan berlanjut pada hubungan yang lebih spesial. Masih segar pula dalam ingatanku. Bagaimana kita mencoba menyesuaikan diri. Berusaha saling mengisi. Namun akhirnya suatu hal menjadikan kisah itu berakhir dengan amat tidak baik. Dan kita memilih untuk tidak bertegur sapa.
Sekarang, kurang lebih 3 tahun sejak kita terakhir saling memutuskan untuk tidak saling mengenal. Suatu sikap yang tidaklah dewasa. Memilih diam dan pergi sejauh²nya. Kita berhasil. Aku tak pernah menemuimu atau bahkan mencoba untuk menghubungimu dalam waktu sekian lama. Dan kurasa kau pun demikian.
Namun, ada suatu yang menggelitikku hari ini. Jarak dan waktu yang berlalu itu akhirnya tak mampu menahan perpisahan, hingga ia pun mempertemukan kita kembali saat ini.
"Hai, " akhirnya satu kata keluar dari bibirmu. Senyuman tipis pun menghiasi wajah meronamu. Masih sama. Kau tetap secantik ingatan terakhirku tentangmu. Tak banyak yang berubah dari penampilanmu. Masih anggun dalam kesederhanamu.
"Hai, sudah lama yaa... " timpalku.
Aku cukup pengecut untuk memulai obrolan. Hingga kaupun berinisiatif menyapaku.
"Yaa... Apa kabar?"
Hmm, pertanyaan klise, namun berhasil memecah suasana yang kaku.
"Baik, seperti yang kau lihat. Kau?"
"Aku pun sama. "
"Aku tak pernah menyangka, kita bisa betemu di sini. Kurang lebih sudah tiga tahun yaa.. Kau pun mendapatkan pekerjaan yang menarik sepertinya. Seperti mimpi yang kau ucapkan dulu. "
"Kau masih mengingatnya ya," kembali, kau lempar senyum itu. Aku menangkap sekilas pandang diujung kalimat mu.
Begitu bodohnya aku, jika ku ingat masa lalu. Kau dengan semua kesabaranmu. Dan aku bertahan dalam ego ku yang teramat tinggi. Sungguh jiwa yang begitu hijau, hingga tak mampu memahami keadaan.
Hening. Kembali mengisi waktu kita. Aku terdiam. Lintasan kenangan itu mengusikku. Senyuman teman-temanmu seolah menggoda kita. Tak satupun dari mereka yang tau cerita tentang kita. Yang mereka tau, kita bisa berteman. Dan ya, akupun menginginkan itu.
"Hai, bolehkah aku bertanya, atau lebih tepatnya mengajukan permintaan? "
"Silahkan.. "
"Kenalan lagi yuk (!), maukah kau berteman denganku (?)
Aku ingin menyambung silahturahmi yang sempat ku rusak. Dan aku ingin berhubungan baik denganmu kali ini. ku ingin meminta maaf ntuk semua sifat burukku yang lalu. "
"Hei, sepertinya kau sedikit demam (??)". "untuk apa berkenalan lagi, aku tau siapa namamu, dan dari mana asalmu. Dan, maaf. Maaf untuk apa? Lupakanlah, itu hanyalah cerita lama."
"Benar, namun kali ini, aku merasa kita belum mengenal. Aku ingin jadi pribadi yang baik kali ini. Dan ku ingin memulai dari titik nol lagi. Mari kita mulai hubungan baik ini dengan pertemanan yang baru. "
Ku ulurkan tanganku, berharap kaupun mau menjabatnya. Enggan, terlihat jelas pada raut wajahmu. Namun kau berusaha ntuk menjabat tanganku. Meski diiringi dengan tawa usilmu. Merasa ini adalah lelucon.
"Aku Yudi. " ujarku.
"Hai, aku Lisa. " Tawamu berderai, menyusul sikap formal kita ini. Dan aku pun cuma bisa tersenyum.
Dan hari ini, hari baruku berteman denganmu. Ku ingin meninggalkan kisah buram kita. Dan kata ajaib itu, kembali memulai silahturahmi ini. "Teman"
Aku tak berharap ada makna lebih dari permulaan ini. Yang pasti, aku hanya ingin memperbaiki diri.
"Kenalan lagi yuk.... "😄
Hampir setengah jam aku menunggu, berharap ada satu kata yang keluar dari lisanmu untuk membuka pembicaraan kita. Dari awal niatku ke taman ini untuk berkumpul bersama teman²ku. Sepertinya menarik mengisi kekosongan waktu di weekend ini bersama semua rekan kerjaku yang baru. Sebagai anak baru di kota ini, belum banyak teman yang aku kenal di kota ini. Baru satu bulan ku pindah ke kota budaya ini. Pekerjaan lah yang membawa ku akhirnya singgah di kota yang sebelumnya belum pernah ku kunjungi. Dan aku pun terkejut, Entah bagaimana takdir bermain dengan kuasanya, hingga aku bertemu denganmu di tempat ini.
Aku masih ingat, bagaimana awalnya kita dulu saling mengenal, bagaimana hubungan antara kita berjalan. Berawal dari kata teman, dan perlahan waktu menyatakan kita mulai memiliki satu rasa hingga kisah pertemanan berlanjut pada hubungan yang lebih spesial. Masih segar pula dalam ingatanku. Bagaimana kita mencoba menyesuaikan diri. Berusaha saling mengisi. Namun akhirnya suatu hal menjadikan kisah itu berakhir dengan amat tidak baik. Dan kita memilih untuk tidak bertegur sapa.
Sekarang, kurang lebih 3 tahun sejak kita terakhir saling memutuskan untuk tidak saling mengenal. Suatu sikap yang tidaklah dewasa. Memilih diam dan pergi sejauh²nya. Kita berhasil. Aku tak pernah menemuimu atau bahkan mencoba untuk menghubungimu dalam waktu sekian lama. Dan kurasa kau pun demikian.
Namun, ada suatu yang menggelitikku hari ini. Jarak dan waktu yang berlalu itu akhirnya tak mampu menahan perpisahan, hingga ia pun mempertemukan kita kembali saat ini.
"Hai, " akhirnya satu kata keluar dari bibirmu. Senyuman tipis pun menghiasi wajah meronamu. Masih sama. Kau tetap secantik ingatan terakhirku tentangmu. Tak banyak yang berubah dari penampilanmu. Masih anggun dalam kesederhanamu.
"Hai, sudah lama yaa... " timpalku.
Aku cukup pengecut untuk memulai obrolan. Hingga kaupun berinisiatif menyapaku.
"Yaa... Apa kabar?"
Hmm, pertanyaan klise, namun berhasil memecah suasana yang kaku.
"Baik, seperti yang kau lihat. Kau?"
"Aku pun sama. "
"Aku tak pernah menyangka, kita bisa betemu di sini. Kurang lebih sudah tiga tahun yaa.. Kau pun mendapatkan pekerjaan yang menarik sepertinya. Seperti mimpi yang kau ucapkan dulu. "
"Kau masih mengingatnya ya," kembali, kau lempar senyum itu. Aku menangkap sekilas pandang diujung kalimat mu.
Begitu bodohnya aku, jika ku ingat masa lalu. Kau dengan semua kesabaranmu. Dan aku bertahan dalam ego ku yang teramat tinggi. Sungguh jiwa yang begitu hijau, hingga tak mampu memahami keadaan.
Hening. Kembali mengisi waktu kita. Aku terdiam. Lintasan kenangan itu mengusikku. Senyuman teman-temanmu seolah menggoda kita. Tak satupun dari mereka yang tau cerita tentang kita. Yang mereka tau, kita bisa berteman. Dan ya, akupun menginginkan itu.
"Hai, bolehkah aku bertanya, atau lebih tepatnya mengajukan permintaan? "
"Silahkan.. "
"Kenalan lagi yuk (!), maukah kau berteman denganku (?)
Aku ingin menyambung silahturahmi yang sempat ku rusak. Dan aku ingin berhubungan baik denganmu kali ini. ku ingin meminta maaf ntuk semua sifat burukku yang lalu. "
"Hei, sepertinya kau sedikit demam (??)". "untuk apa berkenalan lagi, aku tau siapa namamu, dan dari mana asalmu. Dan, maaf. Maaf untuk apa? Lupakanlah, itu hanyalah cerita lama."
"Benar, namun kali ini, aku merasa kita belum mengenal. Aku ingin jadi pribadi yang baik kali ini. Dan ku ingin memulai dari titik nol lagi. Mari kita mulai hubungan baik ini dengan pertemanan yang baru. "
Ku ulurkan tanganku, berharap kaupun mau menjabatnya. Enggan, terlihat jelas pada raut wajahmu. Namun kau berusaha ntuk menjabat tanganku. Meski diiringi dengan tawa usilmu. Merasa ini adalah lelucon.
"Aku Yudi. " ujarku.
"Hai, aku Lisa. " Tawamu berderai, menyusul sikap formal kita ini. Dan aku pun cuma bisa tersenyum.
Dan hari ini, hari baruku berteman denganmu. Ku ingin meninggalkan kisah buram kita. Dan kata ajaib itu, kembali memulai silahturahmi ini. "Teman"
Aku tak berharap ada makna lebih dari permulaan ini. Yang pasti, aku hanya ingin memperbaiki diri.
"Kenalan lagi yuk.... "😄
Jumat, 06 Januari 2017
Harap nan melukai
Terlalu lama aku melangkah, semakin jauh jarak yang ku tempuh. Masih belum cukup bagimu tuk memahamiku. Aku bersabar dalam tegakku. Aku bersandar pada harapku.. Namun hanya kesakitan yang menjumpai dipenghujung jalanku.
Lelah sudah kaki menapak, lemah sudah tubuh bergerak. Berusaha kembali bangkit, tuk menggapai cahaya biru penyemangatku. Namun terlalu gontai ayunan tangan ini tuk meraih. Dan kau. Kian jauh dari sisiku. Makin mustahil tuk ku dekap. Makin hilang bayangmu dari mataku.
Aku berakhir di ujung sepi. Menanti harap yang tak kunjung menepi. Jauh di lambung angan. Terus melayang bersama tiupan angin yang tak henti. Laksana daun kering ditengah kuatnya badai. Terombang ambing dalam guncangan alam yang mengamuk.
Harapku pun berbuah menjadi benci. Kecewa nan amat menyakiti.
Aku... Sunyi...
Lelah sudah kaki menapak, lemah sudah tubuh bergerak. Berusaha kembali bangkit, tuk menggapai cahaya biru penyemangatku. Namun terlalu gontai ayunan tangan ini tuk meraih. Dan kau. Kian jauh dari sisiku. Makin mustahil tuk ku dekap. Makin hilang bayangmu dari mataku.
Aku berakhir di ujung sepi. Menanti harap yang tak kunjung menepi. Jauh di lambung angan. Terus melayang bersama tiupan angin yang tak henti. Laksana daun kering ditengah kuatnya badai. Terombang ambing dalam guncangan alam yang mengamuk.
Harapku pun berbuah menjadi benci. Kecewa nan amat menyakiti.
Aku... Sunyi...
Kamis, 05 Januari 2017
No title
Aku berusaha untuk tidak mengemis pada manusia. Karena ia sama denganku. Aku selalu berujar pada diriku, "Cukup hanya pada Allah kau menghambakan diri, jangan pada manusia. Karena mereka tak punya kuasa atasmu. Yakinilah Allah takkan mengecewakanmu seperti halnya mereka mengecewakanmu"
Pernahkah kau terluka di penghujung harap. Tersayat saat meniti asa yang kian dekat. Jatuh pada lubang kelam, ketika sinar bahagia kian mendekap erat. Aku pernah. Dan itu teramat sakit. Pilu tiada bertepi. Seakan bumi menghantammu keras dari semua sisi. Dan kau tak mampu berlari.
Itulah buah dari usaha menggantungkan harap pada zat selain Allah. Sebuah khilaf yang terbentuk saat cinta membutakan hati. Merangkai harapan ketika jiwa masih saja tak berani mengagungkan kuasaNya. Meruntuhkan semua benteng kepercayaan diri...
Allah, zat yang tak pernah memberikan kekecewaan. Dzat yang tak pernah melupakan. Dzat yang sebenarnya tidak pernah terlambat untuk membahagiakan. Hanya pada Rabb pemilik jiwa, tempat kita menggantung harap, tempat kita menjalin kasih. Satu cinta yang besar untuk ummatNya. Tak kan luput satupun dari penglihatanNya. Bahkan niat yang belum terucap, mampu didengarNya. Kita tak pernah tau kapan bahagia kan datang menjemput. Yang pasti Allah tau, itulah waktu yang tepat untuk meraih semua sukacita dalam kasihNya....
Pernahkah kau terluka di penghujung harap. Tersayat saat meniti asa yang kian dekat. Jatuh pada lubang kelam, ketika sinar bahagia kian mendekap erat. Aku pernah. Dan itu teramat sakit. Pilu tiada bertepi. Seakan bumi menghantammu keras dari semua sisi. Dan kau tak mampu berlari.
Itulah buah dari usaha menggantungkan harap pada zat selain Allah. Sebuah khilaf yang terbentuk saat cinta membutakan hati. Merangkai harapan ketika jiwa masih saja tak berani mengagungkan kuasaNya. Meruntuhkan semua benteng kepercayaan diri...
Allah, zat yang tak pernah memberikan kekecewaan. Dzat yang tak pernah melupakan. Dzat yang sebenarnya tidak pernah terlambat untuk membahagiakan. Hanya pada Rabb pemilik jiwa, tempat kita menggantung harap, tempat kita menjalin kasih. Satu cinta yang besar untuk ummatNya. Tak kan luput satupun dari penglihatanNya. Bahkan niat yang belum terucap, mampu didengarNya. Kita tak pernah tau kapan bahagia kan datang menjemput. Yang pasti Allah tau, itulah waktu yang tepat untuk meraih semua sukacita dalam kasihNya....
Langganan:
Komentar (Atom)